KAMIS, 4 JANUARI 2018
Renungan Pagi
WAKTU ISTIRAHAT YANG DITETAPKAN ALLAH
Kejadian 2:1-4a
“Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya….” (ay.3)
Setelah Allah menyelesaikan segala sesuatu yang Ia ciptakan, termasuk manusia, puncak dari ciptaan, Dia menyatakan bahwa karya-Nya sudah selesai. Untuk saat ini Allah tidak akan melakukan penciptaan lagi. Sekalipun demikian, Dia menguduskan, sebuah hari untuk perhentian total. Kata Ibrani shābāt dapat diterjemahkan menjadi “berhenti” atau “terputus” atau “tidak melanjutkan”. Pada saat perhentian ini, bahkan Allah berhenti dari tindakan-Nya mencipta. Allah memberkati hari ketujuh (yaitu Sabat) dan menetapkannya sebagai hari yang kudus dan hari perhentian khusus sebagai peringatan akan selesainya seluruh harya penciptaan. Kemudian Allah menjadikan hari Sabat suatu hari berkat bagi umat-Nya yang setia. Allah menyatakannya sebagai hari perhentian, pelayanan dan persekutuan dengan-Nya.
Hari ketujuh dipahami sebagai pengingat bahwa Allah telah menetapkan suatu masa istirahat, penyegaran dan perhentian menyeluruh dari semua kegiatan, kerja keras dan pergumulan hidup. Allah menghormati hari itu dan menetapkan supaya kita memuji Dia pada hari itu. Ia juga berjanji untuk menemui dan memberkati kita pada hari itu. Waktu beristirahat dipakai untuk merenungkan tentang kasih Allah serta pemeliharaan-Nya dalam hidup kerja layan yang kita lakukan secara pribadi, keluarga dan persekutuan. Manusia yang terdiri dari jiwa, roh dan tubuh dengan sendirinya memiliki keterbatasan. Ia tidak bisa bekerja terus menerus tanpa henti. Ia membutuhkan istirahat untuk memulihkan tenaganya. Dalam hari pemberhentian ini manusia diajar bahwa hidup bukan untuk bekerja saja, tetapi juga menikmati hasil kerja, seperti Allah juga menikmati karya-Nya yang sungguh amat baik itu.
Source: Sabda Bina Umat